Filsafat dan agama,
persamaan dan perbedaannya
A.
Pengertian filsafat
1. Filsafat
dari segi bahasa
a. Filsafat
dalam bahasa yunani adalah philosophia yang beresal dari dua kata, philein(cinta) dan sophos(hakikat),
artinya cinta kepada ilmu pengetahuan, kearifan atau hikmah.
b. Filsafat
dalam bahasa arab adalah falsafah, artinya hikmah.
c. Filsafat dalam bahasa indonesia adalah cinta
selua-luasnya dalam bahasa atau keinginan yang diusahakan untuk mencapai
cita-cita atau cinta kebijaksanaan.
2. Filsafat
menurut para ahli
a. Plato
(427-348 SM) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetehuan yang berminat
mencapi kebenaran yang sejati.
b. Harun
Nasution dalam Abas (1981) mengartikan
filsafat sebagai berfikir menurut tata tertib (logika) dengan batas (tidak
terkait pada tradisi, dokma, dan agama) sehingga sampai kedasar persoalan.
c. Katsoff
louwis O. Dalam soejono soemargono (2004) mengartikan bahwa filsafat adalah
perenungan yang berusaha menyusun sebuah bagan konsepsional jenis tertentu.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal
ini akal manusia sehat yang beerusaha keras dengan sungguh-sungguh mencari
kebenaran untuk akhirnya memperoleh konsep kebenaran. Proses mencari kebenaran
itu melalui beerbagai tahap, pertama, manusia berspekulasi dengan pemikirannya
tentang semua ilmu pengetahuan. Tahap kedua, dari berbagai spekulasi disaring
beberapa buah pemikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran ini
menjadi titik awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang
didasarkan kebenaran).[1]
B.
Hikmah Mempelajari Filsafat Ketuhanan
Manfaat-manfaat
itu antara lain dapat mengetahui bukti-bukti adanya tuhan enurut akal fikiran,
mengetahui sistem dan metode masing-masing akhli fikir (filosof) yang tunjang
menu jang membuktikan adanya tuhan dengan argumentasi logika. Dengan filsafat
ketuhanan dapat mengetahui kelemahan dan kebathilan atheis dan materialisme
yang hanya mempercayai adanya benda-benda fisika yang nyata. Dengan argumen
akal itu seseorang yang mempelajari
filsafat ketuhanan dapat terhindar
dari taklid buta dan sebaliknya bersifat kritis, sehingga keimanannya kepada
tuhan bukan hanya atas dogma, melainkan keimanan yang didukung oleh kekuatan
rasio.
Dari
keyakinan yang didukung oleh rasio itu lahirlah kemantapan akidah yang tidak mudah
goyah dan digoyahkan oleh paham-paham yang berlawanan dengan kemurnian tauhid.[2]
C.
Pengertian agama
Agama
berasal dari bahasa sangsekerta, a
berarti “tidak” dan gama berarti
“kacau”. Bahasa sangsekerta sendiri termasuk rumpun indo-jerman. Kata ga atau gam berasal dari bahasa belanda, sedangkan dalam bahasa inggris
disebut ge yang artinya sama dengan gam. Kata ini identik dengan kata go yang berarti pergi. Setelah mendapat
awalan dan akhiran a maka
pengertiannya menjadi jalan, cara jalan, cara-cara sampai kepad keridaan tuhan.
Agama dalam istilah latin disebut religie,
re berarti kembali dan ligere artinya terkait atau
terikat. Sedangkan agama dalam bahsa
arab disebut dengan ad-dien,persamaan
katanya adalah millah yang diartikan
sebagai agama. Ad-dien dalam arti
umum menurut sukardi (1993) adalah paham keagamaan tertentu.
Agama
menurut para ahli:
1. Menurut
Feurbach, seorang filsuf jerman yang beraliran maerialisme mendefinisikan agama
dengan, “man created god after his image”. Agama hanya sebagai lamunan manusia,
menurutnya hakikat yang nyata itu berada
dalam realitas, dan tuhan tidak ada. Materialisme menganggap bahwa hakikat
realias adalah materi bukan roh, jelas bahwa agama tidak memiliki hakikat
realitas, agama hanyalah ilusi semata.
2. Dur
khiem mengartikan religie sebagai sesuatu yang serupa dengan apa yang ada
dibalik alam. Pengertian ini menembus batas dunia sebagai sesuatu yang riil,
materi atau alam, yaitu roh, ide, atau sepiritual.
3. Max
muller dan spencer mengartikan religie sebagai sesuatu pengetahuan yang tidak
dapat diketahui dengan semata-mata dan fikiran saja. Pengertian ini juga
mengarah pada agama merupakan roh yang tidak terfikirkan oleh akal.
4. Randall
dan buchler mengemukakan bahwa ada dua bentuk agama. pertma, agama
diidentifikasi dengan kepercayaaan terhadap supernatural. Yang kedua,
agama diidentifikasi dengan kepercayaan atau keyakinan.
Para
ulama memberi batasan pada pengertian agama sebagai undang-undang kebutuhan
yang mendorong orang berakal dengan
usahanya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.[3]
D.
Ciri-ciri agama
1. Adanya
kepercayaan (iman) terhadap sesuatu yang gaib. Perwujudannya adalah taqwa,
yaitu menjahi larangan-Nya dan mentaati perintah-Nya.
2. Agama memiliki ciri yaitu ritual sebagai wujud
kepercayaan mereka terhadap sesuatu yang gaib. Dalam islam wujud keimanan itu
diawali dengan kalimat syahadat, melaksanakan shalat lima waktu, melaksanakan
puasa, membayar zakat bagi yang sudah nisab, dan melaksanakan ibadah haji bagi
yang mampu.
3. Ciri
agama islam adalah adanya aspe-aspek yang harus dimiliki umat islam, yaitu
iman, ihsan, dan islam.
4. Ciri
agama islam adalah adanya kitab suci al-quran yang diturunkan kepada nabi
muhammad sebagai nabi akhir zaman melalui perantara malaikat jibril.
E.
Fungsi agama dalam kehidupan manusia
Agama
memberikan makna kepada individu tentang kehidupan dirinya, identitas diri,
serta kebersamaan dalam kehidupan kemasyarakatannya.
Dalam
fungsi maknawi , menurut M.I. Soelaeman (1988) sbagai berikut: ‘ bila manusia
mengakui dan daalam hidupnya berpegang pada religie(agama) yang dianutnya
dengan segala kesungguhan, hidup insani akan tampil secara prinsipal berlainan
dengan hidup hewani. Hidupnya tidak akan terombang-ambing diawang-awang. Ia
akan tahu untuk apa ia hidup, siapa yang dihadapinya, dan tujuannya.”
Dalam
fungsi identitas, agama memberikan identitas diri bagi individu. Dengan
menyadari idntitasnya itu, seseorang
akan bersikap dan berperilaku. Penganut suatu agama adalah suatu pernyataan
diri, pernyataan identitas, pernyataan siapa dirinya, apa yang dijadikannya
landasan dan tugas hidupnya, bagaimana pandangannya terhadap manusia dan
terhadap dunia, apa yang dijadikanya prioritas dalam realisasian kehidupanya.
Di
smping itu agama berfungsi juga sebagai pendukung adat istiadat dan memperkuat
keutuhan isistem nilai sosial yang relefan dan semakna dengan nilai agama.
Dengan demikian, nilai-nilai ini akn lebih lestari dan mantap.
Akhirnya,
peran dan fungsi agama, dalam kehidupan manusia dapat berfariasi, bergantung
pada struktur sosial, kebudayaan masyarakat, dan karateristik dari
masing-masing agama sendiri. Agama dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai
suatu sistem nilai yang meuat orma-norma tertentu. Secara umum, norma-norma
tersbut menjadi kelangkah acuan dalam bersifat dan bertingkah laku agar sejalan
dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai, agama memiliki
arti yang khursus dalam kehidupan manusia serta dipertahankan sebagai bentuk
ciri khas.[4]
F. Hubungan
filsafat dan Agama
Adapun
klasifikasi filsafat menurut latar belakang agama :
a. Filsafat Islam
Filsafat
Islam bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama
Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu
seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam
dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik
menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun
kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid.
Maka, bila dalam filsafat lain masih mencari Tuhan, dalam filsafat Islam justru
Tuhan sudah ditemukan.
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia.
Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia.
Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
b.Filsafat Kristen
Filsafat
Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman
di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam
zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan
agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis
dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli
masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dan
lain sebagainya.
Selain dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa
agama lainya yang melahirkan pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih
eksis. Misalnya Budha, Taoisme, dan lain sebagainya. Buddha dalam bahasa
Sansekerta berarti mereka yang sadar, atau yang mencapai pencerahan sejati
(Dari perkataan Sansekerta: untuk mengetahui). Budha merupakan gelar kepada
individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang
berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan
untuk merujuk Siddharta Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman
Lumbini. Sidharta adalah guru agama dan pendiri Agama Buddha. Dalam pandangan
lainnya, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.
Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha
pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma
atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi,
kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran,
datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan
buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga
jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada
kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.
Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zhuangzi (570 SM - 470 SM) tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai “Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai “Kesedaran Dao” dan juga mendewakan. Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zhuangzi (570 SM - 470 SM) tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai “Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai “Kesedaran Dao” dan juga mendewakan. Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
Persamaan dan Perbedaan Antara Filsafat dan
Agama
A.
Persamaan Filsafat dan Agama
1. Filsafat
dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berurusan dalam hal yang sama yaitu
kebenaran. Sifat dari filsafat adalah mencari kebenaran secara radikal,
sistematis, dan universal, sedangkan agama memberikan kebenaran secara
konprehensif. Filsafat dan agama dapat memunculkan prodak berupa ilmu
pengetahuan.
2. Peran agama terhadap filsafat adalah
meluruskan filsafat yang spekulatif pada kebenaran mutlak yang ada pada agama,
sedangkan peran filsafat terhadap agama adalah membantu keyakinan manusia
terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran kritis dan logis.
B.
Perbedaaan Filsafat dan Agama
a. Filsafat
merupakan hasil dari sumber yang sama
yaitu ra’yu (akal, budi,
rasio), sedangkan agama bersumber dari wahyu.
b. Kebenaran
filsafat adalah kebenaran spekultif. Adapun kebenaran agama bersifat
mutlak(absolut)
c. Filsafat
dimulai dengan sikap sangsi, sedangkan agama dimulai dengan percaya/iman.
d. Filsafat
banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang. Sedangkan agama
berhubungan degan hati.
e. Filsafat
walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering mengeruhkan pikiran
pemeluknya. Sedangkan Agama di samping memenuhi pemeluknya
dengan semangat dan perasaan pengabdian diri, juga mempunyai efek yang
menenangkan jiwa pemeluknya.
f. Seorang ahli
filsafat jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya
bersikap lunak. Sedangkan Agama oleh pemeluk-pemeluknya akan dipertahankan
dengan habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn mengabdikan diri.
Daftar Pustaka
Sauri, Sofyan,
Herlan Firmansyah, Ahmad Syamsu Rizal. 2010. filsafat ilmu pendidikan agama.bandung: arfino raya.
Ya’qub,
hamzah, 1992. Filsafat agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar